Tarif Transportasi Mahal, Hambat Pengembangan Pariwisata Morotai

Editor: Taufik
[caption id="attachment_3709" align="alignnone" width="600"] Akademisi Universitas Pasifik, Sukri Ali | Istimewa[/caption]

DPRD dan Pemda Dituntut Segera Membuat Regulasi


MOROTAI,MALUT.CO- Belum adanya regulasi yang mengatur tarif transportasi di Kabupaten Pulau Morotai menjadi salah satu kendala lambatnya perkembangan sektor pariwisata. Mahalnya tarif membuat para wisatawan berpikir dua kali untuk berwisata ke Morotai.


"DPRD dan Pemerintah Daerah segera membuat regulasi yang mengatur tentang tarif transportasi sehingga akses ke beberapa destinasi wisata bisa dikunjungi dengan murah," pinta Akademisi Universitas Pasifik, Sukri Ali, Selasa 11 Juli 2017, saat ditemui malut.co, di ruang kerja siang tadi.


Kemajuan sektor pariwisata harus didukung dengan akomodasi yang murah dan terjangkau. Tarif yang berlaku saat ini dinilai memberatkan wisatawan dan masyarakat Morotai.


Dari pantauan malut.co, pada sejumlah sopir angkutan lintas kecamatan, tarif dari Daruba-Sopi dipatok bervariasi dari Rp 200.000-300.000. Sementara tarif untuk Daruba-Bere-Bere sebesar Rp 150.000. Sedang tarif untuk pelisir ke destinasi wisata pantai Gorango, juga dipatok berbeda oleh para sopir angkutan lintas, yakni sebesar Rp 150.000-200.000.


Tarif mahal juga berlaku untuk transportasi laut. Sewa speedboat dari Daruba-Pulau Dodola, pulang-pergi sebesar Rp 1 juta. "Kalau mahal bagini wisatawan akan berpikir dua kali untuk berwisata ke Dodola. Jadi bisa dipastikan sektor pariwisata Morotai sulit berkembang," kata Ketua Program Studi Administrasi Negara, Universitas Pasifik.


Selain mahalnya tarif, Jufri, salah satu warga Ternate juga mengeluhkan tak adanya transportasi reguler dari Daruba-Dodola, sebab pulau tersebut hanya bisa dikunjungi menggunakan jasa sewa speedboat dengan harga yang fantastis. "Pemda harus aktifkan transportasi reguler supaya wisatawan banyak datang ke Dodola," kata Jufri

Sebelumnya, pemda pernah mengaktifkan speedboat khusus weekend bagi wisatawan denga tarif Rp 50.000 pulang-pergi Daruba-Pulau Dodola. Namun, tanpa alasan yang pasti jasa itu tidak lagi diaktifkan.


Direktur Eksekutif, Morologi Institute, Pasifik, Fandi Latief, menilai DPRD Morotai lemah dalam memberikan dukungan terhadap sektor unggulan pemerintah dalam bentuk produk payung hukum. Selain SKPD terkait juga dinilai lemah menerjemahkan prioritas di sektor unggulan melalui kebijakan pengaturan tarif. "Dinas Perhubungan bisa mengatur tarif angkutan berdasarkan PP No 15 tahun 2016, tentang jenis penerima bukan pajak negara. Jadi tidak ada alasan untuk membiarkan ini berlarut," cecar Fandi.


Menurut Fandi, lemahnya kepekaan DPRD dan SKPD terhadap dukungan sektor unggulan pemerintah, berimplikasi pada kesewenang-wenangan sopir angkutan lintas kecamatan dan motoris speedboat dalam menentukan tarif.


Sementara itu, Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Pulau, Morotai menyatakan, tuntutan tarif transportasi akan ditindaklanjuti untuk segera dibahas oleh DPRD. Terlepas dari itu, ia menilai tarif yang berlaku saat ini adalah tarif lama di tahun 2010, yang seharusnya sudah berubah seiring membaiknya infrastruktur jalan ke berbagai kecamatan.


"Seharusnya, tanpa Perda Dishub sudah mengeluarkan kebijakan baru terkait tarif saat ini. Tetapi tuntutan regulasi tarif menjadi hal urgen yang harus segera ditindaklanjuti sehingga akses destinasi wisata bisa diatur secara terjangkau," Tutupnya.


Red.

Share:
Komentar

Terbaru