Altruisme Politik Ubaid-Anjas

Editor: Redaksi

Narendra Modi merupakan Perdana Menteri baru India, Modi muncul dari kasta yang paling rendah, meski muncul dari kasta yang paling rendah, Modi mampu membawa India menjadi kekuatan baru di dunia hari ini. Kini, India telah menjadi kekuatan baru dalam revolusi ekonomi dan teknologi. Dengan penduduk mencapai 800 juta jiwa yang berusia di bawah 35 tahun, India menjadi kekuatan penting di panggung global. Itulah yang digambarkan oleh Lance Price seorang jurnalis dan komentator politik Inggris pada bukunya “Narendra Modi Jelata Yang Meruntuhkan Dominasi Politik Elitis”. 

Kebangkitan India yang telah menjadi kekuatan global itu berkat visi dan pikiran Modi, Modi mengembangkan altruisme politiknya untuk menyelamatkkan India, Dia akhirnya berhasil mengkolaborasikan altruisme politiknya itu untuk membangkitkan India lewat program dan visi besarnya. Tentu, altruisme politik itu lahir karena adanya empati, juga karena didukung oleh personal dengan kekutan pikiranya. 

Jika merujuk ke Richard Dawkins pada karyanya The Selfish Gen, maka secara sederhana altruisme dapat diartikan sebagai perilaku yang mengutamakan kepentingan banyak orang diatas kepentingan pribadi, pada spesies seperti manusia “gen egois” (perilaku seperti mementingkan diri sendiri) telah menjadi perilaku yang tumbuh dalam setiap individu. Secara evolusioner (biologis) gen “egois” memang sangat melekat dengan manusia, spesies manusia adalah mahluk yang egois, jika pada spesies manusia memunculkan gen altruisme maka itu adalah barang yang langka, gen altruisme biasanya tumbuh pada populasi tertentu tidak dimiliki banyak orang. 

Maka, meraka yang memiliki “gen-altruisme” perlu untuk ditopong agar altruismenya bisa tereplikator kebanyak orang. Ibarat virus, maka biarkan dia berpindah-menyebar pada tubuh yang lain sehingga melahirkan banyak orang yang memiliki gen altruisme. 

Pada dunia, terutama yang berkaitan dengan kepemipinan politik, tidak banyak yang memiliki altruisme, sebut saja di India ada Mahatma Ghandi dengan ahimsanya, di Indoneisa ada tokoh-tokoh seperti, Soekarno, Hatta, Yamin, dan tokoh-tokoh pejuang revolusi lainya. Berkat altruisme ada pada diri mereka itulah yang membuat mereka menentang penjajahan. Benar kata Dawkins, altruisme pada manusia adalah barang langka. 

Pasca reformasi, lahirlah otonomi daerah, Indonesia diperhadapkan dengan beragam persoalan terutama di daerah-daerah, mulai dari kasus korupsi hingga pada ouput kebijakan yang dikeluarkan, dan itu terjadi pada level nasional hingga pada daerah-daerah, kita memang sedang berada pada fase krisis-kepemipinan, itulah mengapa pada setaip momentum politik, kita dituntut untuk menyeleksi tiap-tiap pemimpin yang telah direkom oleh partai politik. 

Altruisme harus menjadi sandaran atau landasan untuk menjatuhkan pelihan pada momentum pilkada, sandaran altruisme itu juga harus diukur dengan indikator personal kanidat dengan pikiran, jejajak dan pengalaman dan visi (program) yang diusung oleh tiap-tiap kandidat. Kandidat yang memiliki altruisme politik sudah tentu bisa melahirkan kebijakan yang populis untuk melindungi masyarakat kecil, setidaknya Narendra Modi telah membuktikan itu pada India hari ini. 

Tahun 2020 telah menjdi tahun politik bagi Indonesia, dimana gelombang pemilukada serentak akan dilaksanakan pada tanggal 9 Desember mendatang. Halamahera Timur (Haltim) menjadi salah satu daerah yang mengikuti tahapan pilkada serentak tersebut. Dalam eforia menjemput pilkada serentak dengan menjagokan Din-Anjas (sebagai petahana) untuk tetap maju sebagai calaon kepala daerah, tiba-tiba berubah menjadi duka. Suasana gembiraa tiba-tiba berubah menjadi sedih, ribuan orang yang mengantarkan Din-Anjas untuk mengikuti tahapan pendaftaran di KPU Haltim langsung mengeluarkan air mata. Mereka mengeluarkan air mata karena Pak Din telah dipanggil menghadap sang khalik. Sampai hari ini, kesedihan terus saja dirasakan oleh keluarga dan simpatisan Din-Anjas. 

Setelah kematian Pak Din, kondisi politik berubah, para partai pengusung yang awalnya merekomendasikan Pak Din maju didampingi Anjas Taher akhirnya bermusyawarah kembali untuk mencari pengganti Pak Din, bagi partai pengusung, perjuangan terus dilanjutkan dan di menangkan, masyarakat Haltim harus menang, sebagai mana wasiat almarhum Pak Din sebelum meninggal. 

Selang beberapa hari kemudian (sesuai waktu yang diberikan oleh KPU), partai pengusung seperti partai Golkar, Demokrat, Hanura, Nasdem dan PKPI, juga partai pendukung PPP, PKB dan Berkarya akhirnya menemukan pengganti almarhum Pak Din. Karena tak mau perjuangan untuk membangun Haltim berakhir, partai pengusung dan partai pendukung memutuskan untuk memilih suami dari Hj. Siti Ma’bud yang merupakan adik kandung dari almarhum Pak Din. Suami dari Hj. Siti Ma’bud itu adalah Drs, H. Ubaid Yakup. MPA. Bagi saya, itu pilihan sangat tepat ditengah krisis ketokohan politik hari ini. 

H. Ubaid Yakup adalah orang yang lahir dan besar dilingkungan Pendidikan. Ia pernah berkarir di dinas Pendidikan sebagai kepala seksi hingga menjabat sebagai kepala dinas. Sebagai orang yang pernah melanjutkan studi di pada Universitas Gajah Mada (UGM) yang merupakan salah satu universitas ternama di Indonesia, H. Ubaid Yakup mampu membawa Haltim yang lebih baik. 

H. Ubaid Yakup juga dianggap sebagai orang yang memiliki pikiran dan empati yang kuat. Dia bahkan selalu muncul pada setiap masalah yang selalu dibutuhkan oleh masyarakat. Jiwa altruismenya telah tertanam dan mengakar begitu kuat. Pemipin yang memiliki jiwa altruisme yang kuat adalah pemipin yang selalu peduli terhadap masyakat, terbukti, Dia menawarkan 22 paket program unggulan untuk Haltim kedepan. Apalagi Dia di dampingi oleh Anjas Taher, SE, M,Si. Anjas Taher adalah orang yang belajar dan besar dilingkungan aktivis, Dia tak pernah lelah berjuang untuk masyarakat Haltim sejak menjadi aktivis hingga menjadi politisi. Baginya, perjuangan membangun Haltim adalah nafas dan nadinya. 

Altruisme politik Ubaid-Anjas telah ada dan tertanam begitu kuat. Haltim membutuhkan orang yang memiliki altruisme politik seperti Ubaid-Anjas. Apalagi Haltim hari ini dilimpahkan dengan kekayaan alam (terutama pertambangan), potensi kekayaan alam Haltim ini jika tidak dikelolah oleh mereka yang memiliki altruisme politik (terutama sebagai pengambil kebijakan) akan melahirkan petakah untuk masyarakat Haltim.

Penulis : Emka (Pegiat Politik dan Demokrasi)

Share:
Komentar

Terbaru