Program Pemprov Belum Menyentuh Perikanan Tidore

Editor: Redaksi
Nelayan Tidore Menggapai Asa
Tidore, M.id - Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara (Malut) boleh mengkalim sebagai lumbung ikan. Berdasarkan catatan Stasiun Karantina Ikan Pengendalian Mutu dan Keamanan Hasil Perikanan (SKIPM) Ternate, ekspor perikanan Malut meningkat.

Singapura, Vietnam, Korea Selatan, Jepang, dan Amerika, menjadi negara tujuan ekspor. Pada tahun 2017, volumenya mencapai Rp 3,1 miliar. Di akhir 2018 mencapai Rp 18,5 miliar. Negara tujuan ekspor tertinggi dengan berbagai jenis ikan adalah Vietnam. Jumlahnya 286,485 kilogram (Kg), disusul Jepang 89.000 kg dan Amerika Serikat 26.000 kg.

Dalam rilis Badan Pusat Statistik (BPS) Maluku Utara, nilai dan produksi perikanan tangkap yang terhitung sejak 2018, untuk Kota Tidore Kepulauan mencapai 41 700,025 ton. Hal ini didukung dengan jumlah perahu nelayan yang dimiliki. Rinciannya, perahu tanpa mesin sebanyak 108 unit, perahu motor bermesin 491 unit, dan kapal motor 270 unit.

Petugas Kesyahbandaran Pusat Pendaratan Ikan (PPI) Dufa-dufa Ternate, Godi Umagapi, kepada Malut.id di Ternate, Jumat (16/8/2019), mengatakan jumlah kapal yang beroperasi di PPI Duda-dufa sebanyak 18 unit. "Rata-rata berasal dari Tidore, Guraping, dan Galala," katanya.

Namun data itu bertolak belakang dengan penyampaian Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Tidore Kepulauan, Hamid Abd Latif. "Intensitas ekspor perikanan dari Maluku Utara nyaris tidak ada," ucap Hamid saat dikonfirmasi Malut.id di Tidore.

"Padahal laut kita adalah tempatnya ikan," katanya. Sementara, lanjut dia, di tingkatan provinsi, perairan Malut disebut sebagai lumbung. "Tapi faktanya, kami di tingkat kabupatendan kota melihat itu tidak berjalan maksimal," kata Hamid menambahkan.

Hamid menyimpulkan, persoalan ini akibat perencanaan strategis yang lemah dan kurang jitu. Seperti, belum adanya pabrik es dengan kapasitas 100 ton, ketersediaan cold storage atau gudang beku yang baik, hingga dermaga untuk kapal di atas 30 Gross Tonnage (GT).

Sementara, kata dia, Malut diapit 4 wilayah pengelolaan ikan (WPP). Sementara, armada terbanyak dan paling aktif berasal dari Tidore. Kapal bantuan Inka Mina berkapasitas di atas 30 ton dari pemerintah pusat ke Tidore sebanyak 18 unit.

Sedangkan pemerintah daerah sendiri, telah menyalurkan bantuan kapal di bawah 3 GT sebanyak 260 unit. Bahkan jumlah nelayan yang tercover begitu fantastik, berdasarkan kartu nelayan, sekitar 2.200 orang. "Jadi kalau semua ini didukung fasilitas, kita tinggal datangkan investor. Apalagi kami sudah dibantu tol laut," katanya.

Sejauh ini, Sistem Logistik Ikan (Slink) yang dicanangkan pemerintah pusat dinilai cukup bagus. Sayangnya, belum menyeluruh ke tingkat kabupaten dan kota. Sehingga program yang dirancang pemerintah daerah tak berjalan maksimal. "Pembangunan pada sektor perikanan harus terintegrasi. Tidak boleh berdiri sendiri," katanya.

"Jujur saja, kami di Tidore tidak berdaya dalam hal anggaran. Karena yang dimaksud terintegrasi itu, kami tidak dapat menjangkau ke situ. Jadi kalau Tidore mau maju, perlu dibangun dermaga perikanan," katanya.

Sayangnya, pembangunan sudah tidak bisa menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK), kecuali untuk dermaga kapal berukuran 3 GT. Hal ini berdasarkan Undang-undang nomor 23 tahun 2014. "Untuk kabupaten/kota, kami di Tidore DAK-nya tertinggi, sekitar Rp 3,26 miliar. Tapi itu untuk kapal 3 GT saja," jelasnya.

Sementara, saat musim tiba, produksi ikan di Tidore bisa mencapai 40-50 ton. Namun semuanya lari ke Ternate. Padahal tingkat konsumsi ikan di Ternate dan Tidore dapat diukur. "Dalam catatan DKP Tidore, jika ikan masuk 5 ton, banjir. Demikian di Ternate, jika 12 ton, banjir," katanya.

"Makanya ikan-ikannya dibawa ke Bitung, Sulawesi Utara. Ini yang saya bilang, mereka (provinsi) berkomitmen soal lumbung ikan, tapi tidak ada jurus jitu," ujar Hamid menambahkan.

Ini kemudian berdampak pada target penyerapan anggaran Pendapatan Asli Daerah (PAD) Tidore. Seperti penyerapan pada tahun 2017 - 2018 sekitar Rp 400 juta. Namun di bulan ini kurang lebih Rp 300 juta. "Tidak terlalu naik. Stagnan. Ya karena banyak faktor tadi," katanya.

Sehingga upaya yang dilakukan saat ini, melakukan loby untuk memperoleh DAK provinsi, APBN. "Kemarin juga untuk menunjang Sail Tidore ini, kami coba masuk ke situ. Karena ada rencana pembangunan dermaga perikanan di Goto dan di Maitara. Maitara untuk kawasan pengelolaan ikan fufu (ikan asap). Sekarang dalam tahap desain," tutupnya.
Share:
Komentar

Terbaru