Dari Bumi Manusia, Gosip Sampai ke Sapiens

Editor: Redaksi
Masril Karim
Keterlaluan memang Kak Ardiansyah itu, ia memang benar-benar sunguh keterlaluan, bagaimana bisa, ia membentuk media online lalu sengaja membiarkan medianya mati di tengah pembaca yang begitu banyak waktu itu (saya lupa tahunya).

Pada saat saya bertemu dengan Kak Ardiansyah, menceritakan kepada saya bahwa ia telah membuat sebuh media yang diberi nama Malut.Co, menurutnya media online yang dia dirikan akan berbeda dengan yang lain, saya sebagai orang yang tidak paham tentang dunia jurnalistik mendengar kata itu membuat saya kebingungan, karena ia menyebut medianya berbeda dengan yang lain.

Ternyata saya baru benar-benar tahu bahwa yang dimaksud berbeda dengan yang lain itu adalah sebuah media yang benar-benar berdiri Independen dan tidak memiliki ketergantungan terhadap pemerintah, ia memang benar-benar menunjukan itu lewat berita-berita yang dimuat melalui medianya, disaat media-media lain kurang memberikan informasi yang bagi saya bukan benar-benar informasi public yang ingin  diketahui oleh masyarkat (pembaca) karena selalu menjual personal elit untuk kepentingan politik jangka pendek ketika itu, medianya justeru mampu menelesuri informsi yang kuat dan berani menyampaikan apa yang benar-benar di inginkan oleh pembaca Malut.Co atau dalam istilah Joseph Ranciere sebagai the wrong yang oleh Sri Indiyastutik, penulis buku Disensus mengratikan sebagai yang salah. Yang salah ini merupakan sebuah informasi atau entitas kecil yang tidak pernah dimunculkan dalam ruang public, media yang didirikan oleh Kak Ardiansyah justeru berani mengkritik berbagai kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemkot Tidore, contoh misalnya kasus kelapa genja yang hingga hari ini kita tidak pernah tahu lagi informasi sejak Kak Ardiansyah sengaja membiarkan medianya mati.

Kini saya tak lagi khawatir, sebab medianya telah hidup kembali berkat tangan-tangan yang tak terlihat kata Adam Smith. Sebagai pembaca Malut.Co saya bersyukur kepada Kak Ardiansyah yang telah menghidupkan kembali medianya dengan nama yang sedikit berbeda, media yang hidupkan kembali itu diberi nama Malut.Id. Lewat tulisan singkat ini, saya mengucapkan selamat atas upayanya untuk menghidupkan media ini (meski dengan nama yang berbeda) semoga gagasan media ini masih sama seperti ia inginkan saat awal-awal berdiri.

Tadi malam sekitar pukul 00.21 WIB, melalui sebuah WA group diskusi, Kak Ardiansyah baru saja mengirim tulisan, ternyata itu adalah resensi deskriptif Dia sehabis menonton film Bumi Manusia buatan Hanung Bramantyo. Saat saya membaca resensi deskriptifnya itu tiba-tiba pada ahir catatanya saya menemukan sebuah judul tulisan lama yang ditulis oleh Abdullah Totona, ternyata itu tulisan lama yang  di posting oleh Malut.Co sekarang Malut.Id pada 23 Agustus 2017, karena efek Kak Ardinasyah membiarkan medianya mati dan saya baru membacanya sekarang ketika akun medianya dihidupkan kembali dan beruntung tulisan-tulisan lama yang pernah diposting muncul kembali.

Sebagai pemilik media Kak Ardiansyah harus bertanggung jawab agar tak lagi membiarkan medianya mati. Untuk itu lewat tulisan ini saya akan menyanggah tulisan dari Kaka Abdullah Totona dengan judul judul  Gosip : Apakah selalu bermakna negative?

Lewat tulisanya itu, Abdullah Totona sang penulis seakan-akan hendak menyelamatkan kata Gosip dari pendefinisian yang negative, dan itu terlihat saat judul yang dibuat hingga jawaban-jawaban yang diberikan dalam bentuk narasi tersebut.

Selain itu Abdullah Totona juga mengutip pandangan dari Malinowski (antropolog behavorial) dan Mudji di dalam buku Mudji Sutrisno sendiri.

Bagi saya, apa yang dikutib Abdullah Totona itu tidak salah, tetapi bagi saya ia gagal menyelamatkan kata “Gosip” dari interpretasi yang negative, dan bagi saya kutipan yang ia ambil tidak terlalu kuat untuk menyelamatkan kata tersebut.

Jika Abdullah Totona membaca buku Yuval Noah Harari yang berjudul Sapiens, ia akan merevisi kembali tulisannya dan akan bersepakat dengan Harari, bahwa sedari awal memang gosip memulai dengan cerita-cerita negative.

Bagi Harari, salah satu keunggulan Homo Sapiens adalah memiliki bahasa yang paling unik, itulah yang membedakan Sapiens dengan spesies lain, Harari lalu mengatakan bahasa kita berevolusi melalui (cara) gosip. Menurut Harari Homo Sapiens pada dasarnya sebagai binatang sosial, kerja sama sosial merupakan kunci bertahan dan reproduksi kita, tidak cukup laki-laki dan perempuan untuk tahu keberadaan singa dan kera (bison yang saya ganti dengan kera), yang jauh lebih penting dari Sapiens adalah tahu siapa dalam kalangan mereka membenci siapa, siapa tidur dengan siapa, siapa yang jujur dengan siapa, siapa yang penipu.

Semua kera menunjukan minat tinggi pada informasi sosial seperti itu, tetapi mereka kesulitan bergosip secara efektif seperti Sapiens. Neanderthal dan Homos Sapiens kuno juga kesulitan berbicara sembunyi-sembunyi dibelakang temannya, kemampuan yang kebanyakan berisi untuk menjelek-jelekan orang lain nyatanya penting untuk kerja sama dalam kawanan yang jumlah besar.

Ketrampilan linguistik yang didapat Sapiens modern sekitar tujuh puluh milenium lalu menungkinkan mereka bergosip selama berjam-jam. Gosip memang memiliki fungsi membentuk atau mengikat kelompok dari sebuah perkumpulan yang kecil mejadi sebuah perkumpulan yang besar. Berkat gosip inilah Sapiens bisa mengembangkan sebuh kerja sama yang lebih canggih dan lebih ketat lagi.

Selain itu Harari juga menyampaikan bahwa teori gosip memang kelihatan seperti lelucon, tetapi berbagai studi sudah mendukungnya, bahkan kini, mayoritas besar komunikasi manusia entah itu dalam bentuk surel, percakapan telepon atau kolom surat kabar adalah gosip.

Gosip memang muncul pada kita secarah alamiah, sehingga tampak seakan-akan bahasa kita berevolusi untuk tujuan bergosip. Harari lalu memberikan sebuah contoh, apakah anda mengira para professor sejarah berbincang tentang alasan Perang Dunia Pertama ketika bertemu untuk makan siang? Atau para ahli fisika nuklir menghabiskan waktu rehat minum kopi mereka dalam konfrensi saintifik, untuk memperbincangkan partikel-partikel atom? Terkadang ya. Namun, lebih penting mereka sering bergosip tentang professor yang memergoki suaminya selingkuh, pertengkaran antara ketua jurusan dengan dekan atau rumor-rumor tentang seorang kolega menggunakan dana riset untuk membeli Lexus.

Gosip biasanya focus pada sebuah kesalahan. Itulah mengapa salah seorang fisikawan Reiner Emyot Ointoe menyebut kita sebagai Homo Informafoma, kita memang pelahap segala bentuk informasi, baik yang bersifat negative maupun positif.

Dari penjelasan Harari yang saya kutip diatas memang terlihat dari awal bahwa gosip memang hadir baik dalam bentuk negative maupun positive melalui keunggulan kognitif Sapiens yang disampaikan dalam bentuk Bahasa, lalu kemudian menciptakan fiksi, inilah ciri Homo Sapiens.

Itulah mengapa saat membaca tulisan Abdullah Totona saya jadi teringat Harari dan menelusuri kembali tulisan Harari tentang gosip.

Catatan ini tak bermaksud lain, saya hanya menyampaikan gosip yang ditulis oleh Harari yang telah saya kutip di dalam buku Sapiensnya.

Masril Karim (anggota Study Forum Toadore)
Share:
Komentar

Terbaru