Rekomendasi Investasi Kelapa Genja Mutlak Kesalahan DPRD

Editor: Redaksi
Rustam Ismai SH | Foto Istimewa

TIDORE,MALUT.CO - Polemik rekomendasi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Tidore Kepulauan (Tikep) terkait izin pakai lahan 125 hektar, oleh pemerintah daerah kepada PT Tidore Sejahtera Bersama, mendapat tanggapan dari sejumlah kalangan.

Salah satunya dari praktisi Hukum, Rustam Ismail SH, yang menilai bahwa sebelum DPRD Kota Tikep mengeluarkan rekomendasi tentang pemanfaatan aset daerah di kelurahan Akelamo, kecamatan Oba, DPRD setidaknya membahas surat tertanggal 9 Agustus dari Pemkot lewat komisi terkait, sebab ini tentang perjanjian kerja sama daerah, yang mengunakan aset pemerintah daerah.

Dalam pembahasan tersebut, lanjutnya, tentu DPRD membahas secara komprehensif maksud surat dari Pemkot sebelum mengeluarkan rekomendasi yang bermasalah, apalagi dalam isi surat tersebut melampirkan draf perjanjian kerja sama untuk ditindaklanjuti sesuai peraturan perundang -undangan.

Lebih lanjut Temsi, biasa di sapa. Menyoalkan rekomendasi yang dikeluarkan DPRD Kota Tikep itu hanya dalam waktu 5 hari, setelah mendapat surat dari Pemkot pada 9 Agustus 2017. 

"Waktu yang sangat singkat, kemudian rekomendasi perjanjian kerja sama daerah sudah dikeluarkan oleh DPRD, tentu ini menimbulkan masalah, apalagi DPRD tidak cukup memiliki data yuridis dan fisik terkait dengan aset daerah yang dimaksud," beber Temsi dalam Release yang disampaikan via WhatsApp.

DPRD harus memahami kenapa pentingnya surat rekomendasi atau persetujuan itu,  karena perjanjian kerja sama daerah yg membebani APBD dan masyarakat dan atau mengunakan aset daerah harus ada persetujuan DPRD. Sebab itu DPRD harus sikapi kerja sama daerah tersebut dengan serius. 

DPRD sebagai unsur penyelengaraan pemerintah daerah (pasal 40 UU,  No. 32 tahub 2004), harus betul betul menjalankan tupoksi secara baik,  termasuk melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan perundang undangan, peraturan kepala daerah,  APBD, kebijakan pemerintah daerah dan melaksanakan program pemerintah daerah dan salah satunya adalah membahas kebijakan Pemkot terkait dengan diadakannya kerja sama dengan investor atau pihak ke tiga.

Dalam pembahasan kerja sama daerah,  DPRD dapat memperoleh data atau dokumen pendukung baik di peroleh dari Pemkot maupun diperoleh sendiri, dokumen tersebut berupa landasan yuridis dan administrasi lain yg menjadi dasar kerja sama Pemkot dan pihak ke tiga.

Dalam pembahasan, DPRD dapat memangil Pemkot untuk menjelaskan tujuan investasi dan dapat meminta dokumen sebagai acuan mengeluarkan rekomendasi atau persetujuan DPRD. 

Dan jika ada masalah yang belum diselesaikan oleh Pemkot, baik itu masalah tanah,  maupun tanaman masyarakat, maka DPRD bisa menunda rekomendasi dan meminta sampai masalah tersebut diselesaikan oleh Pemkot.  

"Tidak melangar hukum kalau DPRD menunda atau belum menyetujui kerja sama daerah sebelum persoalan administrasi dan sosial (hak masyarakat) diselesaikan oleh Pemkot," terangnya.

Kesalahan DPRD adalah, tidak tuntas membahas surat dari Pemkot! Jadi ini bukan kesalahan Pemkot, tetapi DPRD tidak serius mengawal investasi daerah. 

Olehnya itu rekomendasi DPRD pada 14 Agustus 2017 itu, dapat di perbaharui dengan dasar-dasar hukum yang jelas. 

"Bukan saja bersandar pada surat Menteri Keuangan no. S-595/MK.011/1985 tentang pelepasan areal kebun non ekonomis dan surat Menteri pertanian no. KB. 550/420/Mentan/XI/1985. Tentang area non ekonomis. Tetapi dalam rekomendasi itu memperhatikan landasan yuridis dan sosial (hak masyarakat)," Terangnya lebih lanjut.

Salah satu fungsi strategis DPRD adalah melaksanakan pengawasan, pelaksanaan kebijakan pemerintah daerah dan melaksanakan program pembangunan daerah. Sebagaimana tertuang dlm UU No. 32 tahun 2004 tepatnya pasal 42 huruf C. 

Kerja sama Pemkot dan perusahaan (PT)  dalam bentuk pemanfaatan tanah untuk pengembangan komoditi unggulan adalah bentuk dari kebijakan pemerintah daerah, karena disebut kebijakan, maka DPRD harus mengawasinya sebagaimana perintah UU. 

"Nah oleh PP. No. 50 tahun 2009 dan Permendagri no. 19 tahun 2016 mengisyaratkan dalam perjajian kerja sama daerah harus dapat Persetujuan dari DPRD jika kerja sama tersbut membebani APBD,  maka DPRD harus membahas di internal secara seksama terperinci dan tuntas terkait dgn tujuan investasi, tentu DPRD pula dapat melihat dari segi yuridis dn aspek sosial, Jika terdapat kelemahan dan kekurangan dalam kebijakan pemerintah (kerja sama daerah) maka DPRD berkewajiban memberi masukan pembetulan kepada Pemkot sebelum menyetujui kerjasama yang dimaksud," Ucap Temsi menambahkan.

"Kenapa penting tugas pengawasan DPRD dalam mengawasi kerja sama daerah dalam hal investasi kelapa genja? Karena DPRD salah satu unsur penyelengaraan negara ( pasal 40 UU 32 tahub 2004) yang dapat juga turut serta menciptakan suasana kondusifitas dalam penyelengaraan pemerintahan. Penyelengaraan negara dapat ditafsir dalam rezim otonomi daerah adalah mendukung terciptanya daerah yang maju dan sejahtera." Tutupnya.

Red
Share:
Komentar

Terbaru