PT. TSB Bersama Pemkot Tikep Dilaporkan ke KSP dan Komnas HAM

Editor: Redaksi

TERNATE - MALUT.CO, Aksi protes Warga Akelamo terhadap PT. Tidore sejahtera Bersama (TSB) yang tidak dihiraukan Pemerintah Kota Tidore Kepulauan (Tikep), Maluku Utara, membuat Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Malut mengambil langkah tegas, dengan melaporkan perusahaan tersebut ke Kantor Staf Presiden (KSP), Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria  dan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (KOMNAS HAM) Republik Indonesia di Jakarta.  

Langkah ini terpaksa dilakukan AMAN MALUT karena kehadiran PT TSB telah mengakibatkan masyarakat Kelurahan Akelamo kehilangan tanah dan sumber mata pencaharian serta kerusakan lingkungan. 

Hal ini disampaikan oleh Supriyadi Sudirman, Koordinator Advokasi AMAN Malut pada Senin, 30 Oktober 2017 di Rumah AMAN MALUT, Kelurahan Tanah Raja, Kota Ternate.

PT TSB sendiri bergerak pada kegiatan investasi di bidang perkebunan dengan jenis komodi Kelapa Genjah dan Padi Gogo di Desa Akelamo, Kecamatan Oba Temgah, Kota Tidore Kepulauan.

Kehadiran perusahaan tersebut berdasarkan Izin Penggunaan Lahan (IPL) dari Pemerintah Kota Tidore Kepulauan dengan Nomor : 503/264-IML/22/II/2017 dan disetujui melalui rekomendasi DPRD Kota Tidore Kepulauan Nomor : 170/252/02/2017. 

“Sementara status tanah tersebut belum jelas apakah sudah menjadi asset Pemkot Tikep atau masih dalam penguasaan PNP” tutur Supriyadi.

Aktivis Masyarakat Adat dan Lingkungan itu menjelaskan, bahwa menurut keterangan Warga Akelamo, tanah eks PNP ini sejak tahun 1961 sudah diserahkan kepada Kesultanan Tidore. Melalui Kesepakatan saat itu, tanah tersebut hanya diperbolehkan untuk usaha perkebunan dan dan sarana infrastruktur. Sebelum PT TSB ini masuk di areal eks PNP ini sudah terdapat patok berupa Papan Informasi tanah adat Milik Adat Bobato Gumalaha. 

“Namun secara diam-diam ada pihak tertentu yang mencabut patok tersebut” jelasnya.

Lanjut Supriyadi, keterangan warga atas tipu muslihat yang dilakukan PT. TSB dan oknum tertentu dalam sosialisasi perusaan pada tanggal 20 Februari lalu di Kediaman Camat Oba. 

"Pembicaraan utamanya terkait rencana penanaman kelapa genjah dan padi gogo. Lurah Akelamo meyampaikan kepada warga pemilik  lahan yang masuk dalam konsesi tersebut bahwa tidak akan membabat pohon Kelapa dan Enau, tetapi ditanam di sela-sela pohon produktif milik warga dan perusahaan akan melakukan peremajaan tanaman warga yang sudah tua," tuturnya.  

Lebih lanjut, Supriyadi mengatakan,  Lurah Akelamo menyampaikan perusahaan akan membangun rumah untuk pemilik lahan  senilai Rp 300 Juta per KK. 

Dalam pertemuan itu, pihak yang melakukan sosialisasi tidak memperjelas isi lembaran yang hendak ditandatangani, yang disangka warga sekedar paraf daftar hadir. Ternyata isi lembaran bermaterai itu tentang persetujuan warga atas pemberian lahan secara sukarela kepada pemerintah. Saat dilakukan penandatanganan ruang pertemuan tidak diterangi lampu karena listrik sedang padam. Karena perusahaan merasa mendapat izin pemerintah dan persetujuan warga, lantas melakukan penggusuran secara sepihak. 

“Kami sangat menyesal karena ditipu, sejauh ini kami mendesak untuk mencabut ulang tanda tangan kami, tetapi pemerintah tidak menggubris, bahkan rumah senilai Rp. 300 juta yang dijanjikan  tidak ada tanda-tanda realisasi ” jelas Supriyadi mengutip cerita warga Kelurahan Akelamo. 

Akibat Penggusuran tanah dan tanaman 43 KK, kini warga Akelamo kehilangan mata pencaharian yang menghidupi mereka selama ini. Tak hanya itu, banjir yang terjadi beberapa waktu lalu terindikasi terjadi akibat penyumbatan pada muara sungai Akelamo akibat pembuangan batang pohon enau dan Kelapa yang dibuang ke sungai. Erosi pun tak terelakkan atas aktifitas ini.

“Oleh karena itu, melalui Laporan resmi  AMAN MALUT  dengan Nomor: 170/B/AMAN-MALUT/X/2017, Perihal: Penggusuran Tanah Warga Akelamo-Oba, memohon kepada Tim Percepatan Penyelesaian Konflik Agraria dan KOMNAS HAM Republik Indonesia untuk dapat memposes kasus ini Seadil-adilnya” harap Supriyadi.

Red
Share:
Komentar

Terbaru