Ambruk, Revitalisasi Fort Oranje Tabrak Aturan

Editor: Redaksi
Dindin Selatan Benteng Oranje, yang ambruk Minggu 20 Agustus 2017, dini hari. | Foto Istimewa

TERNATE, MALUT.CO-Ambruknya dinding selatan Benteng Orange, pada Minggu dini hari kemarin dinilai menjadi buntut dari minimnya kajian pemerintah terhadap aspek pemanfaatan, nilai dan makna. Pemerintah dinilai tidak memiliki kajian mendalam terkait proyek revitalisasi Benteng Oranje sehingga menabrak aturan.

“Yang perlu dipertanyakan, apakah Pemerintah sudah melakukan studi sebelum revitalisasi?. Kalaupun pernah dilakukan, siapa? Dan bagaimana hasil dari studi revitalisasi itu,” kata Akademisi Program Studi Sejarah, Universitas Khairun Ternate, Irfan Ahmad, kepada malut.co, Minggu 20 Agustus 2017.

Kalaupun studi mendalam revitalisasi telah dilakukan, kata Irfan, ambruk tidak akan terjadi karena dapat diantisipasi secara dini.  Artinya, faktor alam (hujan) tidak akan membuat dinding benteng ambruk meski bersebelahan langsung dengan parit yang direvitalisasi.

Sekadar diketahui, Project Revitalisasi Benteng Oranje yang dilakukan Pemkot Ternate yang dilakukan saat ini bernilai Rp 1.474.000.000.
Papan Proyek Revitalisasi 

Oleh karena itu, Irfan juga mempertanyakan prosedur revitalisasi Benda Cagar Budaya, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi strategi. Sebab, Hal itu berkaitan dengan aspek pemanfaatan.

“Jika prosedur diabaikan, maka langkah hukum sebagai syarat mutlak dalam perlindungan dan pelestraian BCB. Hal itu sesuai amanah undang-undang,” kata Irfan.

Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tetang Cagar Budaya, pada Pasal 66 : (Ayat 1) yang menyebutkan Setiap orang dilarang merusak cagar budaya, baik seluruh maupun bagian-bagiannya, dari kesatuan, kelompok dan/atau dari letak asal.

“Oleh karena itu, pihak terkait harus membuka diri untuk melibatkan orang-orang yang berkompeten agar dievaluasi kembali sebelum hal-hal lain terjadi dan memperparah benteng oranje,” katanya.

Penting juga analisis nilai dan makna terkait signifikasi nilai BCB sesuai UU No 11 tahun 2010, untuk pengembangan pariwisata khususnya Benteng Oranje. Dengan demikian, meskipun mengunakan semen yang menyalahi aturan, tetapi ada kajian serta analisis sehingga tetap melindungi dan melestarikan.

Terkait dengan keberadaan parit, Irfan menilai telah sesuai dengan maket. Namun, tetap dikaji bentuk dan postur parit sehingga tidak mengubah bahkan merusak keaslian BCB.

“Oleh karena itu, aspek-aspek yang berhubungan dengan nilai perlu melibatkan arkeologi, arsitektur dan sejarah,” katanya

Senada dengan itu, Komite Penasehat Komunitas Ternate Heritage Society, Busranto Latif Doa mengutuk keras tindakan pemerintah kota Ternate, yang dinilai lalai dan minim perhitungan sehingga mengakibatkan salah satu BCB yang dilindung oleh undang-undang di negera ambruk.

“Jika dianggap perlu, maka upaya hukum bisa ditempuh sehingga rusaknya BCB ini dapat dipertanggungjawabkan secara hukum,” kata Busranto.

Busranto meminta agar Walikota Ternate, Burhan Abdurahman dan SKPD terkait lebih berhati-hati alam penataan kota sehingga tidak asal-asalan, dan mengabaikan substansi aspek kesejarahan BCB.

Dek


Share:
Komentar

Terbaru