Dua Kapal Nelayan Filipina Diledakan di Teluk Tahua

Editor: Taufik
[caption id="attachment_787" align="aligncenter" width="600"] Penenggelaman dua kapal nelayan Filipina di perairan Tahua, Kota Tidore Kepulauan. Sabtu, 1 April 2017 (Foto : Iqbal/malutco)[/caption]

TERNATE, MALUT.CO – Pangkalan Angkatan Laut (Lanal) Ternate, Maluku Utara (Malut) yang dikomandoi Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti meledakan dua kapal nelayan Filipina di perairan Tahua, Kota Tidore Kepulauan (Tikep), sekitar pukul 12.10 WIT Sabtu, 1 April 2017.


Kapal yang diledakan adalah kapal FB Rashel DH 105 GT dan FB Yareyo 88 GT. Kapal nelayan asing ini ditangkap oleh Kapal Komando Armada Timur (Koarmatim) KRI Karel Satsuit Tubun (356) karena menangkap ikan tanpa dokumen lengkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia (WPPRI) di perairan  Morotai, Maluku Utara pada 2016 lalu.


“Pemusnahan itu menunjukan kepada masyarakat bahwa pemerintah Indonesia tidak mentolerir adanya illegal fishing dari negara-negara luar,” kata Komandan Lanal (Danlanal) Ternate, Kolonel Laut (P) Rizaldi kepada wartawan tadi siang.


Rizaldi mengatakan bahwa lokasi peledakan kapal di perairan Tahua, Kota Tikep tidak mengganggu jalur pelayaran maupun bahaya navigasi. Setelah diledakkan, para anggota memastikan lagi kerangka kapal agar tidak muncul ke permukaan dan di posisi yang sudah diplot lintang bujurnya.


“Kita sudah menginisiasi ledakan itu tidak menimbulkan dampak. Sehingga kedalam 70 meter itu suara dari ledakan bisa diredam di dalam media air laut, jadi tidak berdampak perusakan,” jelasnya.


Ia menjelaskan, dua kapal itu diledakan menggunakan dinamit Trinitrotoluene (TNT) 150 kg dengan daya ledak tinggi. Peledak dipasang di badan kapal oleh anggota enam pasukan Katak Koarmatim yang didatangkan khusus.


Selain itu, ada dua kapal nelayan Filipina lainnya yang rencananya dimusnahkan dalam waktu dekat, yaitu FB Rashel DH 101 GT 20 dan Pamboat FBCA Nano Aqua.


"Kedua kapal tersebut yang satunya akan dibakar di daratan untuk menghindari terjadinya pencemaran laut karena terbuat dari kayu, dan yang satunya lagi ditenggelamkan di perairan Ternate untuk dijadikan taman wisata bawah laut," katanya.


Sebelumnya, sebanyak 56 ABK empat kapal tersebut telah dideportasi ke Filipina. Sementara 4 nahkoda kapal masih menjalani proses hukum. 


Penenggelaman kapal nelayan tanpa dokumen lengkap di Malut itu juga bersamaan dengan penenggelaman 77 kapal dengan kasus yang sama di 11 lokasi lainnya di Indonesia. Kapal – kapal asing yang menangkap ikan di WPPRI tanpa dokumen perizinan yang sah, didakwa dengan Pasal 93 ayat (2) jo, Pasal 27 ayat (2) jo dan Pasal 102 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 dan Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan. (IQ/ded)

Share:
Komentar

Terbaru