Ronga Populerkan Kerajinan Tradisional Tidore Hingga ke Bali

Editor: Taufik
[caption id="attachment_383" align="aligncenter" width="300"] Ronga laha dan kios penjualan barang-barang kerajinan tradisional di pasar Gosalaha Goto Kota Tidore kepulauan (malut.co/Irwan Basri)[/caption]

TIDORE, MALUT.CO - Tak dielakan bantuan pihak lain, wanita paroh baya Ronga Laha menjalani usaha penjualan produk kerajinan tangan tradisional masyarakat Tidore, hingga produk ini diperhitungkan dalam pasar komoditi kerajinan tangan tradisional dan belakangan ini mulai diminati oleh masyarakat Bali. 


 


Produk kerajinan ini bagi masyarakat asli Maluku Utara merupakan barang-barang juga akesoris sakral yang merasa perlu dimiliki saat momen adat tertentu, antara lain upacara adat, tahlilan, pengobatan, pemakaman, persalinan hingga peralatan dapur.


 


Alasan itulah mendorong Ronga Laha (40) bersama suaminya, Albar Husen (45) mendirikan sebuah rumah usaha di pojok pasar Gosalaha Kelurahan Goto Kecamatan Tidore Kota Tidore Kepulauan guna menampung dan menjual produk kerajinan tradisonal masyarakat dari berbagai desa/kelurahan di Kota Tikep.


 


Selain mengais rezki yang diharapkan dari  fee hasil penjualannya, kini rumah usaha Ronga yang hanya berdinding papan itu merupakan satu-satunya tempat membantu masyarakat pengrajin memasarkan produk kerajinan tradisional unik ini, bahkan pangsa pasarnya menembus beberapa daerah di provinsi Maluku Utara juga provinsi lain seperti Bali.


 


"Latar belakang membangun usaha penjualan kerajinan ini adalah untuk membantu masyarakat adat Tidore agar mudah mendapatkan keperluan yang digunakan untuk upacara adat semisal Dupa (tempat membakar kemenyan) dan Tifa (gendang) dan lainnya, produk ini juga dipesan oleh orang Bali, tutur Ronga saat ditemui MALUT.CO Jumat (27/1/ 2017) di rumah usahanya.


 


Aneka kerajinan tradisional yang ditampung Ronga, terbuat dari bahan dasar bambu, tanah merah, batu, kayu, plastik bekas, tempurung hingga batang kelapa.


 


Sedangkan sistem usaha penjualan dijelaskan Ronga, awalnya produk kerajinan dipasok dengan cara mencicil tanpa ketentuan waktu dari pihak pengrajin dan tanpa modal awal, penyetoran disepakati hingga terjual kerajinan yang dipasok. Pembeli diberlakukan sistem pesanan, namun kebanyakan mendatangi langsung tempat usaha.


 


"Barang kerajinan yang diambil ini tanpa modal awal, nanti setelah terjual baru diberikan kepada pihak pengrajin”, tutur Ronga.


 


Keuntungan yang diperoleh Ronga berkisar dari Rp 500.000 hingga Rp 700.000 per bulan dengan kisaran harga jual mulai dari Rp 5000 sampai Rp 2.500.000. 


 


Meskipun keuntungan dari hasil penjualan tidak berbanding lurus, Ronga mengisahkan penuh bangga tentang kesuksesannya membiayai 2 anak dibangku kuliah hingga memperoleh gelar sarjana S1 yakni,  Fahria Albar di Akademi Komputer Ternate dan Makram Albar di Universitas Nuku Tidore.(Irwan Basri/ryk)


 

Share:
Komentar

Terbaru