'Wanderlust' Sophie Ellis-Bextor: Klasik Modern yang Seksi

Editor: Taufik

Saat tur dunia pada 2011, Sophie Ellis-Bextor sempat mampir ke Indonesia dengan bermain di salah satu festival musik urban Java Soulnation. Ia menggoyang seluruh Istora Senayan dengan irama 'Groovejet' dan 'Murder On The Dance Floor' yang tak terlupakan. Saat itu tidak terlihat tanda-tanda bahwa Sophie sudah mulai mengerjakan proyek kelimanya yang luar biasa, 'Wanderlust' yang dirilis tahun ini.
 
Saya kira itu bukan hal yang sulit dimaklumi, melihat kejayaan Sophie sudah lama hilang dimakan zaman. Tiga album terakhir; 'Shoot from the Hip' (2003), 'Trip the Light Fantastic' (2007), dan 'Make a Scene' (2011) tidak terlalu sukses. Satu-satunya yang berhasil adalah album debut tahun 2001 'Read My Lips', yang mencetak hits 'Murder on The Dance Floor'. Lagu tersebut masih menjadi judul paling laris saat tur keliling dunia pada tahun yang sama, sekaligus memberikan pernyataan bahwa Sophie tidak punya hits baru hingga 10 tahun berikutnya.

Jadi, ketika mendengar Sophie telah merilis album kelimanya, awalnya saya tidak terlalu tertarik. Namun, kali ini Sophie Ellis-Bextor mencoba hal yang berbeda dan berhasil mengajak sang produser Ed Harcourt untuk melakukan kegilaan bersama dalam eksperimen yang berbuah manis. Si ratu dansa bertransformasi menjadi Snow White ala Eropa Timur yang campur aduk dengan pop-folk-rock versi indie. Debut pada urutan ke 4 UK Albums Chart di minggu pertama, 'Wanderlust' berhasil menjadi album solo Sophie pertama yang menduduki chart tertinggi sejak 2001.

Tangga lagu jarang berbohong, dan 'Wanderlust' memang pantas dimiliki. Sampul albumnya menampilkan Sophie dengan dandanan mirip hantu wanita pada film horor 'Insidious 2'. Kata 'empire' pada judul lagu pembuka 'Birth of an Empire' juga bukan sebagai kiasan belaka, tapi memvisualisasikan betapa album ini perlu didengar. Beberapa bagian terdengar cocok menjadi theme song film Disney ('Interlude' dan 'When The Storm Has Blown Over').
 
Tapi, sesungguhnya 'Wanderlust' dirancang dengan detail sound yang autentik; mulai dari efek kotor distorsi khas The Naked & Famous yang dipakai pada chorus 'Cry To The Beat of The Band', gitar psychedelia di 'Until The Stars Colide', hingga ketukan 3/4 dalam 'Love is A Camera'. Walaupun, nomor favorit tetap single perdana 'Young Blood' yang memiliki sentuhan melodi kelas atas Eropa. Saya juga merekomendasikan lagu untuk para pengkhayal berjudul 'Runaway Daydreamer'.

"Kebangkitan Sophie Ellis-Bextor" mungkin bisa jadi judul resensi yang bagus. Tapi, jika mendengar keseluruhan 'Wanderlust', ini bukan sekedar kebangkitan, melainkan sebuah kelahiran kembali. Sophie Ellis-Bextor yang Anda kenal lewat 4 album sebelumnya sama sekali berbeda dengan apa yang akan Anda dengar sekarang. Dia tetap 'menggoda', namun dengan cara yang berbeda. Dan, lihat, saya baru saja menemukan judul yang tepat. 'Wanderlust', sebuah album klasik modern yang seksi.

Rendy Tsu (@rendytsu) saat ini bekerja sebagai Music Publicist salah satu perusahaan rekaman terbesar di Indonesia.

Share:
Komentar

Terbaru