Tarif Parkir Angkutan Non Taxi di Bandara Pitu Morotai Mencekik

Editor: Taufik

 



[caption id="attachment_3668" align="alignnone" width="600"] Karcis tampa Cap milik Koperasi Elang | Aan-Malut.Co[/caption]

Pengelolaan Sulit Diawasi


MOROTAI,MALUT.CO-Tarif yang dipatok kepada angkutan non taxi, sebesar Rp 15.000 per penumpang yang dipatok Koperasi Elang Transportasi, di Bandara Pitu Morotai, dikeluhkan para penarik bentor dan sopir taksi.


"Dong (mereka), patok terlalu mahal. Setiap penumpang Rp 15.000. Jadi kalau saya bawa dua penumpang berarti dipotong 30.000," kata Umar, saat mengantar kepada malut.co, Senin 10 Juli 2017, di parkiran Bandara Pitu, Morotai.


Dalam pantauan malut.co, untuk tetap mendapatkan penumpang, para penarik becak motor (bentor), tidak memberlakukan tarif antar ke Daruba sebesar Rp 65.000 per orang sebagai mana tertulis dalam karcis, tanpa cap milik Koperasi Elang. Mereka hanya mematok Rp 50.000 per penumpang, dengan keuntungan Rp.35.000 per penumpang.


Mereka menyiasati dengan tetap memberlakukan tarif di bawah ketentuan koperasi. Jika tidak, para penarik bentor mengaku sulit mendapatkan penumpang. "Kalau torang dipatok 65.000, torang tara dapa (tidak dapat) penumpang karena harga ini jauh lebih mahal dari tarif antar Daruba-Bandara, yakni sebesar Rp 25.000 per penumpang," kata Umar.


Menurut Umar, tarif tersebut diberlakukan sejak Bandara Leo Wattimena kembali dibuka untuk penerbangan domestik. Terkait pemberlakuan tarif tersebut, pihak penarik bentor dan sopir pada 2016, kemarin telah berkonsultasi ke Dinas Perhubungan Kabupaten Pulau Morotai. Namun, hingga saat ini tidak ada tindaklanjut dari Dinas maupun Pemda setempat.


"Kemarin saya jemput tamu dari partai pun diminta membayar tarif mengambil penumpang, tetapi saya tidak membayar karena petugas penagih langsung saya tegur. Lagian saya bukan sopir bandara," kata salah satu warga, Oji (Nama Samaran).


Menurut dia, pemberlakuan tarif ini tidak masuk akal dan terkesan pungli, karena biaya yang dipatok terlalu mahal. Indikasi pungli itu menguat karena karcis yang digunakan tanpa stempel dari pihak pengelola. "Ini membuat pengelolaan parkir angkutan non taxi di bandara sulit diiawasi," katanya.


Secara terpisah, salah satu pengelola Koperasi Elang Transportasi, Rido mengklaim presentasi tarif parkir yang diambil sudah sesuai ketentuan yakni 1,5 persen dari tarif yang dipatok per penumpang. Namun, kenyataannya jumlah dari tiap pengambilan penumpang mencapai lebih dari 30 persen per penumpang.


Jika diakumulasikan secara keseluruhan, keuntungan koperasi Elang Transportasi mencapai Rp 5.000.000, per bulan. Asumsinya, enam penarik bentor terdaftar di Koperasi mampu mengangkut satu penumpang setiap hari selama satu bulan, ditambah jumlah minimal angkutan non taxi, sebanyak enam minubus selama satu bulan.


Terkait pengelolaan tarif tersebut, Rido menyatakan pihak Koperasi telah membangun koordinasi dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Morotai. Namun, upaya koperasi yang dikelola pihak TNI Angkatan Udara itu tidak mendapat respon yang baik dari Pemda.


Sementara itu, Akademisi Universitas Pasifik, Sukri Ali, menyatakan, pengelolaan parkir tarif angkutan non taxi di Bandara Leo Wattimena, harus sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah No 15 tahun 2016, tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian Perhubungan. Artinya, tarif tak bisa ditentukan seenaknya. Jumlah tarif harus disesuaikan dengan jenis kendaraan.


"Pengelolaan bandara masih dikuasai AURI. Ini sulit diawasi. Jadi, pemda seharusnya berkoordinasi dengan pihak AURI untuk membicarakan pengelolaan tarif parkir non taxi di bandara," katanya.


Aan

Share:
Komentar

Terbaru