Sempat mengalami ketegangan, Indonesia dan Australia saat ini sudah kembali mencair. Saat ini, trkait kunjungan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo ke sana, keduanya bakal membuka kesempatan kerjasama.
Dibungkus dalam skema Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IACEPA), kerjasama ekonomi kedua negara diharapkan bisa saling mendukung. Jika goal, ternyata ini juga bisa membawa berkah untuk industri otomotif tanah air.
“Di Australia, konsumsi domestiknya per tahun bisa mencapai 1,2 juta unit, di mana membuatnya cukup menarik untuk menjadi sasaran ekspor. Lebih lagi di sana sudah tidak ada lagi pabrik, hanya industri komponen saja, dan sampai saat ini belum sama sekali ekspor,” ujar Johannes Nangoi, Ketua Umum Gabungan Industri Kendaraaan Bermotor Indonesia (Gaikindo) kepada KompasOtomotif, Senin (27/2/2017).
Nangoi menambahkan, kalau produk produk yang dihasilkan oleh Indonesia harus juga menyesuaikan dengan Australia. Selain untuk menarik konsumen Australia, ini bakal menjadi senjata produk otomotif Indonesia untuk bisa berkompetisi di sana.
“Menyamakan seperti Euro4, di mana Indonesia masih Euro2. Kemudian standar keamanan atau yang lainnya yang juga disesuaikan. Ini jadi peluang bisnis yang cukup baik, di mana kita cukup dekat dengan mereka, sehingga biaya transportasi dan akmodasi bisa tidak terlalu besar,” ujar Nangoi.
Dari hasil penghitungan penjualan yang dikutip Caradvice, pada Juli 2016 lalu, penjualan mobil di Australia didominasi oleh model buatan Thailand (23.802 unit pada Juli 2016), sementara posisi kedua pasokan Jepang.
Produk asal Thailand bahkan juga mengalami kenaikan 26 persen pada periode Juli 2016. Ini lantaran kerjasama free-trade agreement (FTA) yang sudah terjalin antara keduanya. Model mobil yang dbuat di Thailand yang memiliki sumbangsih penjualan terbesar, di antaranya Toyota Hilux, Ford Ranger, Mitsubishi Triton, Holden Colorado, Isuzu D-Max, Mazda BT-50, dan Nissan Navara.