Dua Pimpinan DPRD Tikep terjebak Kode Etik dan Tindak Pidana

Editor: Redaksi
Kursi Pimpinan DPRD | Foto Istimewa

TIDORE,MALUT.CO - Kalangan masyarakat sipil, aktivis hingga akademisi diberbagai media masa maupun media sosial mengkritik Sikap dua Pimpinan DPRD Kota Tidore Kepulauan (Tikep) karena dinilai cacat prosedur dan sarat kepentingan dalam pemberian rekomendasi persetujuan pelepasan tanah 125Ha pada investor oleh lembaga DPRD.

Sikap Anas Ali selaku Ketua DPRD dari Fraksi Golkar dan Wakil Ketua, Ahmad Laiman dari Fraksi PDI Perjuangan yang sepihak menandatangani rekomendasi atas nama lembaga DPRD tanpa persetujuan seluruh anggota lainnya ini,  juga mengundang reaksi keras di internal DPRD. 

"Secara Fraksional, saya sampaikan bahwa tindakan pimpinan itu salah, untuk itu Fraksi PAN tidak setuju dengan sikap pimpinan dan meminta rekomendasi segera dicabut" ujar Anggota DPRD Tikep, Ratna Namsa saat Lembaga yang terhormat ini menggelar rapat tertutup, sekitar Pukul 16.00 WIT pada Senin, 2 Oktober 2017, di ruang Rapat Kantor DPRD Tikep.

Jaga Marwa BK eksen

Di tengah segala kemungkinan politik yang bisa terjadi, masyarakat diharapkan mengawal proses tersebut agar tidak mengarah pada pelemahan Lembaga DPRD.

Badan Kehormatan (BK) DPRD Tikep didesak untuk cepat bertindak atas penyalahgunan kewenangan yang dilakukan dua unsur pimpinan.

"Tidak cukup dengan minta maaf, Kami Minta BK (badan kehormatan/red) segera menindaklanjuti kasus ini!" Ucap Basri Anwar, perwakilan demonstran saat bertatap muka dengan DPRD usai menggelar aksi yang bersamaan dengan pelaksaanan rapat internal DPRD pada 2 Oktober 2017 lalu.

Eksen BK menjadi hal yang sangat dinanti bagi publik Maluku Utara khususnya Tidore saat ini. Tuntutan massa aksi yang tergabunh dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Rakyat (AMPERA) pada 2 Oktober 2017 yang lalu meminta BK untuk memeriksa kedua pimpinan atas tuduhan penyalahgunaan kewenangan.

Tentu dalam proses BK punya mekanisme tersendiri dalam proses penyelidikan terkait aduan masyarakat tentang pelanggaran etika anggota DPRD.

"Selain dari pengaduan, jika suatu persoalan yang terkait dengan etika anggota DPRD yang menjadi pembahasan publik maka BK punya kewenangan untuk melakulan penyelidikan," kata Wakil Ketua BK, Hamid yang didampingi ketua dan satu anggotanya.

Ketiganya saat ditemui di ruangan komisi 3 oleh sejumlah wartawan menegaskan bahwa, BK akan bertindak tegas Bahkan BK berencana dalam waktu dekat akan berkonsultasi dengan pakar hukum  "BK secara tegas akan melaksanakan tugas ini," kata hamid.

Akademisi Univeraitas Nuku, Husain Kasim, SH.MH melihat sejauh mana BK menjawab persoalan ini

"Tinggal BK yang bekerja, bisa tidak BK melakukan itu, makanya saya bilang jangan sampai mentok pada saat permintaan maaf di lakukan," tandasnya.

Dirinya berpandangan jika BK tidak melakukan proses ini, maka BK telah melakukan kesalahan terbesar, yang berakibat pada ketidak percayaan masyarakat terhadap lembaga DPRD.

Jika Pidana, Siapa yang Lapor?

Husain yang juga Rektor Universitas Nuku ini menyebutkan bahwa sikap kedua pimpinan itu adalah tindakan pidana

"Terkait tindak pidana penyalahgunaan wewenang jabatan ini, dimuat dalam pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001," ujar Husain yang juga Rektor Universitas Nuku saat ditemui Malut.Co di ruang biro kampus Nuku pada Rabu, 4 Oktober 2017. 

Pelanggaran pidana ini, lanjutnya, tidak hanya sebatas di sampaikan permohonan maaf dihadapan publik tapi harus ditindaklanjuti karena merugikan masarakat, merugikan juga lembaga. Dari fenomena ini, bisa menurunkan kepercayaan masarakat terhadap lembaga jika tidak ditidaklanjuti sampai tuntas.

"Dari kacamata hukum, sebuah pelanggaran, permintaan maaf kepada masarakat melalui media itu, okelah itu gentleman mengakui kesalahan, tapi kesalahan bukan berarti diberhentikan pada tataran untuk di maafkan saja, tapi perlu di tindak lanjuti sehingga menjadi pembelajaran buat yang lainnya tidak gampang buat begitu," jelasnya Rektor.

Lebih lanjut, sosok yang biasa disapa ayah, juga menjelaskan bahwa pelanggaran ini bukan pidana murni, jadi tindakannya harus berdasarkan laporan atau aduan dari pihak yang merasa dirugikan.

"Nah ini tinggal kepentingan yang merasa dirugikan atas rekomendasi yang diberikan, kemudian bisa di laporkan ke polisi , dan polisi melakukan penyelidikan," terangnya.

Red
Share:
Komentar

Terbaru