Derita Di Batas Kota

Editor: Taufik

[video width="400" height="224" mp4="http://www.malut.co/wp-content/uploads/2017/05/WhatsApp-Video-2017-05-27-at-2.10.56-PM.mp4" preload="auto"][/video]


Memoar Seorang Fasilitator Kotaku
Oleh Anshari Chalid


Ketika Kota mulai membanggakan segala gedung-gedung tinggi dan hiruk pikuk manusianya, lampu-lampu jalan yang berpijar warna-warni disudut jalanan, disini tak akan kau temui kegemerlapan seperti itu. Disini Tak jarang kau harus bergelut dengan lampu listrik yang antara padam dan nyala, lebih banyak padamnya. Kau juga harus bertarung dengan hujan, motor yang macet, dan jalan yang becek.


Hari ini sebagian memoar perjalanan akan saya bagi, tak bermaksud apa-apa, sebab saya tak pernah berhak membagi kesulitan pada siapapun. Sebagai seorang fasilitator Kotaku yang kebetulan mendapat wilayah pendampingan yang cukup luar biasa, merupakan tantangan tersendiri buat saya untuk menyelesaikan tugas dan tanggung jawab yang telah diberikan. Tulisan ini adalah sebuah keresahan, satu spanduk yang baru berapa minggu ada, dan diletakan ditepi jalan yang biasa saya lalui setiap kali ke desa-desa di Kecamatan Oba Selatan, benar-benar mengetuk nurani.


[caption id="attachment_2081" align="aligncenter" width="600"] Salah satu ruas Jalan di Kecamatan Oba Selatan, Kota Tidore Kepulauan | Foto Istimewa[/caption]

Bagian kemanusiaan saya memberontak, bagaimana tidak, setiap hari warga Oba Selatan harus bertarung hidup melewati jalan utama ini. Satu-satunya jalan penghubung, warga disini tak diberi pilihan, jika musim hujan tiba, kau akan berhadapan dengan kubangan-kubangan besar ditengah jalan, bukan jalan aspal, sebab sudah menguap aspal-aspalnya, tinggal tanah-tanah liat licin. Sudah tak terhitung lagi, berapa kali saya pernah jatuh di ruas jalan ini, berkali-kali sampai saya lupa.


Apakah warga Oba Selatan tidak pernah bersuara? Saya rasa sudah cukup banyak berita jalan Oba Selatan yang dimuat di koran-koran cetak, di medsos apalagi, foto-foto jalanan yang rusak parah itu sudah bertebaran wall ribuan orang. Tapi suara-suara permohonan itu rasa rasanya hancur membentur gunung mangga. Entahlah, sehingga tak sampai ke hati para pengendali kekuasaan.


Apakah warga Oba Selatan tidak pernah bersuara? Sekali lagi saya percaya, suara-suara mereka sudah bergema dimana-mana, hanya saja sampai di telinga-telinga bebal, tenggelam begitu saja di tangan para pemilik kekuasaan. Setiap pejabat yang berwenang kesini, mereka menagi janji, janji-janji manis saat kampanye kemarin, tapi janji hanya tinggal janji, masih belum juga terwujud.


Oba Selatan bagi saya adalah tempat bercermin kemanusiaan, di tanah ini saya diajari cara melalui hidup sehari-hari dengan tidak mengeluh. Jika orang kota lain rindu nongkrong di mall atau kafe-kafe mewah, orang-orang di Oba Selatan, hanya punya satu kerinduan, jalan mereka di aspal, layaknya jalan-jalan di kota lain. Kerinduan paling klasik, barangkali rindu yang seperti itu tak seksi, tapi begitulah kenyataannya.


[caption id="attachment_2082" align="aligncenter" width="600"] Aktivitas Kendaraan yang terhambat karna jalan yang rusak di Kecamatan Oba Selatan, Kota Tidore Kepulauan | Foto Istimewa[/caption]

Oba Selatan masih sebuah kecamatan yang bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sejak Republik ini berdiri. Masuk juga bagian dari Kota Tidore Kepulauan, yang jika pejabatnya berkunjung kesini, SPPD nya lebih besar dibandingkan ke kecamatan lain. Seburuk apapun jalan utama mereka, tak sekalipun mereka menuntut merdeka. Mereka selalu bahagia menjadi bagian dari negara kaya raya ini. Di Oba Selatan, ada juga satu desa yang dinamai sama dengan nama seorang pahlawan Nasional, Sultan NUKU. Desa Nuku berbatasan dengan wilayah kabupaten Halsel, Gane Barat. Betapa nasionalisnya warga Oba Selatan, ibu pertiwi pasti tahu itu.


Berpuluh tahun warga Oba Selatan menerima kesulitan seperti ini, menjalaninya dengan sabar. Pasrahnya orang-orang Oba Selatan, jangan pernah ditafsir sebagai kekalahan. Sebab, orang-orang Oba Selatan selalu punya cara sendiri untuk melawan ketimpangan yang ada. Menurut saya, memoar ini juga salah satu cara orang-orang Oba Selatan bersuara.


"Yang tak bisa membunuhmu, akan menjadikanmu semakin kuat."


Orang-orang Oba Selatan telah membuktikan itu, semakin dalam kubangan-kubangan dijalan mereka, maka semakin menegaskan bahwa para pemimpin kita masih lalai menunaikan amanahnya. Semakin lama dibiarkan mereka terhempas diatas tanah-tanah liat yang membahayakan keselamatan mereka, sesungguhnya kita sedang mempertontonkan aib tanah para Sultan ini dihadapan khalayak ramai.


Semoga memoar ini bisa jadi cermin, betapa berdosahnya kita hanya bisa melihat lalu menutup mulut. Untuk saudara-saudaraku di Oba Selatan, hormat pada kalian, guru kehidupan yang sesungguhnya.

Share:
Komentar

Terbaru